5 Poin Dasar Tentang K3 yang Penting Diketahui Pengurus dan Pekerja

Salah satu hak mendasar bagi pekerja di Indonesia yang wajib dimiliki adalah perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu aspek penting dalam bekerja. Mengapa penting? Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan pekerjaan mereka dengan efektif dan efisien.

Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir dengan baik dan terdapat banyak bahaya, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) pun tidak terhindarkan. Pada akhirnya akan menimbulkan korban jiwa, kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, mengganggu proses produksi, dan merusak lingkungan.

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sudah disebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan. Setiap orang lain yang berada di tempat kerja juga perlu terjamin keselamatannya.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (1) huruf a juga menyatakan hal serupa. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

Namun sayangnya, persoalan K3 ini seolah tak pernah surut. Dilansir kompas.com pada 17 September 2019, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, saat ini masih banyak perusahaan dan masyarakat kurang memahami serta belum menerapkan sistem manajemen K3 di tempat kerja.

Kelalaian dalam K3 masih menjadi permasalahan serius yang telah banyak menelan korban. Data dari BPJS Ketenagakerjaan mencatat sepanjang tahun 2018 telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 173.105 kasus. Angka ini mengalami peningkatan sebanyak 40 persen dibanding tahun sebelumnya.

Kecelakaan kerja tidak hanya mengakibatkan cedera atau hilangnya nyawa pekerja, namun juga bisa mengakibatkan kerusakan alat. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap hal yang lebih besar, yaitu kualitas, produksi, dan kelangsungan perusahaan.

1. Apakah semua perusahaan wajib menerapkan K3?

Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970, K3 wajib diterapkan seluruh tempat kerja (tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap), di mana pekerja bekerja atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber bahaya.

Dalam hal ini, pengusaha  wajib melakukan upaya K3 bagi pekerjanya guna mencegah kecelakaan kerja dan PAK, serta mewujudkan produktivitas yang optimal.

Segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan pekerja harus memberlakukan K3.

Sederhananya, ruang lingkup penerapan K3 mencakup tempat di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha, adanya pekerja yang bekerja di sana, dan adanya bahaya di tempat kerja itu.

Tidak hanya berlaku bagi pekerja yang sehari-harinya bekerja dalam suatu tempat kerja. Tetapi juga, pekerja yang pada waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan-ruangan untuk mengontrol, menyetel, dan menjalankan instalasi-instalasi, di mana setelah mereka keluar dan selanjutnya bekerja di area lain.

Catatan: Pembahasan mengenai Ruang Lingkup K3 tercantum dalam Bab II Pasal 2.

2. Apa tujuan penerapan K3?

Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970, tujuan dari diterapkannya K3, antara lain:

  • Melindungi dan menjamin keselamatan pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja
  • Menjamin setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien
  • Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja
  • Mencegah dan mengendalikan kondisi fisik lingkungan kerja (seperti, suhu, kelembaban, udara, penerangan, suara, getaran, dll.)
  • Mencegah dan mengendalikan timbulnya PAK, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan
  • Menjamin keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
  • Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya bertambah tinggi.

Catatan: Pembahasan mengenai tujuan ditetapkannya syarat-syarat keselamatan kerja tercantum dalam Pasal 3.

3. Apa saja kewajiban pengurus dalam pelaksanaan K3?

Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, dan Pasal 14, terkait K3, pengurus perusahaan memiliki kewajiban sebagai berikut:

Pasal 8

  • Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari pekerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja yang bersangkutan.
  • Memeriksakan pekerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan direktur.

Pasal 9

  • Menunjukkan dan menjelaskan pada setiap pekerja baru tentang:
  • Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul di tempat kerja
  • Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja
  • Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan
  • Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.
  • Menyelenggarakan pembinaan bagi semua pekerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan K3, juga dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
  • Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

Pasal 11

Melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

Pasal 14

  • Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai UU No.1 Tahun 1970 dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

  • Memasang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
  • Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada pekerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

Sementara hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan kerja diatur juga dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 164. Dalam hal kesehatan kerja, pengurus memiliki kewajiban:

  • Menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
  • Melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi pekerja.

Sedangkan pada Pasal 166, pengusaha memiliki kewajiban:

  • Menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan, dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
  • Menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai peraturan perundang-undangan.

Catatan: Semua hal yang berhubungan dengan kewajiban pengurus dalam pelaksanaan K3 tercantum dalam UU No.1 Tahun 1970 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, dan Pasal 14, serta UU No.36 Tahun 2009 Pasal 164, Pasal 165, dan Pasal 166.

4. Apa saja kewajiban dan hak tenaga kerja dalam K3?

Sesuai peraturan perundangan UU No.1 Tahun 1970 Pasal 12, kewajiban dan/atau hak pekerja dalam K3, antara lain:

  • Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan/atau ahli keselamatan kerja
  • Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
  • Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan
  • Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan
  • Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat K3 serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

5. Bagaimana jika perusahaan melakukan pelanggaran K3?

Sanksi yang diatur UU No.1 Tahun 1970 untuk pihak yang melakukan pelanggaran K3 berupa kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling tinggi Rp 100.000,-. Pada UU No.13 Tahun 2003 Pasal 190 juga mengatur tentang K3, namun tidak ada sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.

UU Ketenagakerjaan hanya memuat sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak menerapkan sistem manajemen K3. Sanksi administratif itu berupa teguran; peringatan tertulis; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha; pembatalan persetujuan; pembatalan pendaftaran; penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan pencabutan izin.

Sudah 49 tahun, UU No. 1 Tahun 1970 diberlakukan, adapun salah satu kelemahan UU tersebut adalah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja. Hal yang paling jelas adalah ringannya sanksi bagi perusahaan atau pihak yang melakukan pelanggaran K3.

Di era revolusi industri 4.0, jelas sudah tertinggal. Sanksi pada UU Keselamatan Kerja tersebut tergolong ringan dan tidak sesuai untuk keadaan saat ini. Dengan sanksi ringan itu, tak heran bila banyak perusahaan yang mengabaikan penerapan K3 dalam menjalankan usahanya.

UU ini beserta peraturan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan dinamika dan kondisi saat ini, terutama mengenai sanksi, karena itu harus segera direvisi.

Sumber ( https://safetysignindonesia.id/5-poin-dasar-tentang-k3-yang-penting-diketahui-pengurus-dan-pekerja/ )

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *